G.I.G.I. T.I.M.U.N

"Take time to THINK. It is the source of the power. Take time to READ. It is the foundation of wisdom. Take time to Quite. It is the opportunity to seek God. Take time to DREAM. It is the future made of. Take time to PRAY. It is the greatest power on earth" -Author Unknown-


Aku pernah berdiri di depan pusara keagungan
Wanginya menjelma menjadi jutaan air mata yang tumpah
Mengenangnya...dalam do’a dan kerinduan...

Langit perlahan kelam lalu benderang
Ombak lautan sepi lalu ramai
Ranting ranting bergelantungan tak karuan
Gemuruh...
Suara cinta kemudian hadir di antara pertengahannya
Kemudian berimbas...menebas...kemudian terbang dengan bebas
Di sini telah tersambut lentera merdu pembawa risalah
Yang titiknya hampir-hampir tak ada
Sepanjang masa dan akhir zaman...
Dia akan tetap benderang

Hari ini dan seribu empat ratus tahun yang lalu
Bulir-bulir air mata sang perindu masih saja tumpah
Walau kini yang dirindukan telah berada di genggaman

Mata perindu merah lalu basah
Terjurus pada satu sosok
Yang sejatinya tak dapat terlukiskan
Benderangnya terlalu kilau
Menantang rindu yang makin menerawang

Rasul sahabatku...
Mengenangnya dalam kemauan
Yang tak kelam meruas pada alam
Dia lah pengibar nafas perjuangan sejati pembela Robbi
Acuan zaman yang makin edan

Walau kami terpisah jarak dan waktu
Sekian ribu tahun terdistorsi
Kemudian berbalik menjadi suatu ketakutan
Kala dia hilang menjemput pertemuan dengan Rabbnya
Ribuan, jutaan, bahkan milyaran, triliunan air mata masih saja mengalir setelah ribuan tahun lamanya
Mengeluarkan onak-onak duri dada
Atas sosok tercinta

Dalam angan khayal terpahat dalam pikiran
Sosok cahaya suci mengahampiri kami
Membelai kami...
Memeluk kami...
Dengan jubah putihnya yang bersih
Dia bantu kami berdiri
Bangkit...
Kemudian membisikkan sesuatu di telinga kotor kami...
“Ummatku...aku rindu padamu”

Ooh...angin menderu hebat
Bedesir...
Meraup kesukaan dunia menjatuh pada yang tepat
Daun gugur ombak kembali ramai
Getar cinta kami dan dia ikut menderu
Berdesir hebat......
Menimbulkan getaran cinta pada sang penyampai air mata

Pembawa lantunan ayat suci
Diberi wewenang tuk menyampaikan
Menjadi sebuah koleksi padu
Yang hampir-hampir tak merapuh
Dari waktu ke waktu

Pahatan cinta kasih berdesir kuat dalam diri
Menunggu tiupan sangkakala yang memekakkan telinga
Kami tak tahu apa dia palingkan wajah untuk kami
Menunggu syafaat cinta surga atau neraka

Darah sejati yang merembes dari tubuhya
Letupan peluh yang bersarang pada emosi batinnya
Telah lama memberontak
Hasil kemerdekaan telah tercapai
Tapi seolah tak ada yang peduli akan tumpah darahnya

Masa kekhalifahan menjadi saksi hidupnya
Kekuatan fakta dan realita yg menganalisis pada sejarah manusia
Keagungannya...kedermawananya...kesetian sejati pada Ilahi Rabbi
Mencetus kenikmatan surga pada garis hidupnya
Menjadi perjanjian tuhan yang akan terlaksanakan

Duhai Rasul...
Jika masih Kau teteskan air mata rindumu pada kami
Maka ajak kami menuju cinta hakiki untukmu
Atas pengidolaan kami selama ini pada berhala-berhala dunia
Yang menghambakan kami pada panasnya api neraka

Kobaran air mata Sang perindu kini masih merah dan basah
Cintanya kini membulat pada satu yang tepat
Hanya dia Sang Rabbi penganugerah cinta sejati
Dan utusanNya, Sang penyebar cinta yang murni
Shallu alan nabi....


Balikpapan, 27 Maret 2007, pukul 22.52
By: deazy “Jewelessens”

0 komentar:

who's me?

My photo
Balikpapan, East Kalimantan, Indonesia
Ordinary person yang masih belajar tentang arti kesetiaan, cinta dan persahabatan. sedang memasuki dunia binal yang kadang romantis dan tragis. berusaha untuk humoris namun menjadi garing (?) selalu bersikap melankolis tapi berakhir dengan dramatis... 6 tahun lalu menjadi seorang intelektualis, 3 tahun lalu sebagai spiritualis..entah tahun ini mungkin menjadi seorang yang emosionalis dan kritis.

Melankolism

Jika suatu hari nanti akan kutemui jalan yang begitu curam bersama gelombang yang menghadang. akan kulintasi suatu tepian air mata yang pelupuknya masih merah membara. bersamanya tak tampak sedikitpun kilau cahaya. biru langit yang masih
menendangku ke arah sinar matahari mencengkram erat kedua tanganku. hingga aku terpantul lagi ke bumi. Lalu akankah bumi menerima ku kembali??

ngobrol.dulu