reda hujan di sampingku
tanah baru saja kembali menghitam
mata manusia merah, sehabis tinta hitam tumpah
bibir berucap, syukur…
langit kembali mendominasi
bagai anak-anak bersiap menyambut datangnya pesawat
yang menumpangi kedua orang tua mereka
habis sudah kekuatanku!
Tuhan begitu baik padaku, Dia kirimkan obor cintaNya yang menerangi hatiku. Hingga tak lagi merasa jenuh dengan kalimat kacau ayah-ibuku. Aku mengendap-endap agar bisa masuk ke dalam hatiNya. Sedikit kuintip lubang kecil di pangkal dunia sebelum masuk ke dalam hatiNya. Eh… aku melihat rupa kerdil berwarna merah. Baunya busuk, tercium dari kejauhan. Makin mengendap, makin ku dekati si kerdil merah itu. Merah dan kerdilnya tak berubah. Bau busuknya makin tercium. Ternyata, jarak kami 1000 tahun cahaya. Begitu jauh…. Akan lapuk diriku untuk sampai menujunya. Makin dekat, makin ku kenal sosok itu. Kerdil…merah…busuk…! Wajahnya samar mirip diriku. Jemarinya, matanya, ah…. Ini diriku! Hanya saja dalam versi berbeda. Yang ini dalam versi dunia, dan yang itu versi di mata Tuhan. Ohhhhhhh….. Tuhanku memandangku. Hati Tuhanku begitu luas! Manusia kerdil berkumpul di
0 komentar:
Post a Comment