
Tuhan…
Seringnya aku melupakan goresan tinta
Kehadiran orang ketiga dalam cinta KITA berDUA, sangat membutakan pandanganku. Menahan air mata yang hampir saja tumpah ke dalam mata batinku. Tapi karena dia, air mata itu mengalir lurus hingga menetes pada satu titik. Basah pada lantai nista yang merangkap menjadi hatiku di dunia. Dia begitu menutup telingaku, seraya memuncratkan titik-titik coklat pada gumpalan daging suci yang mengendap dalam tubuhku. Mempercepat aliran darah hingga berdesir hebat. Mengunci kalam suci di dalam sunyinya ruh yang begitu kotor. Separuh nyawaku hampir terbang untuknya. Entah Tuhan, mengapa dia menggugah?! SANGAT MENGGUGAH…!!! Pertalian darah yang mungkin akan tersambung atas ridhoMu. selalu menjadi pengharapan yang membuatku gila. Hingga berani menduakan cinta suci di atas obor cahayaMu. Tapi ini terlalu DINI!
Oh Tuhan…
Tak ternilai mahalnya cahaya yang kau berikan sepanjang usiaku. Sudah 15 kali betemu Muharram, Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah. 15 kali pula menemui April, Mei, Juli, dan Desember. Kebahagiaan yang begitu sempurna atas karunia Tuhanku yang begitu Pengasih. Masih sempat kulihat wajah Ayah dan Ibu ketika meniup lilin kesejahteraan di atas tawa mereka yang 15 kali kulihat sempurna. Kau ijinkan aku mengulang hari bahagia saat tubuh ini terlepas dari rahim suci seorang ibu. Merah dan layu…
Ramadhan yang selalu kurindu, kutemui dalam pengharapan mulia seorang hamba. Alhamdulillah, penantian di penghujung tahun kembali datang. 1 Syawal penanda sucinya diri bagai bayi yang baru lahir ke dunia, selalu menyisakan kenangan indah yang menggugah. Mata masih tertuju pada sebuah pengorbanan. Memori kembali menguak pada satu peristiwa di Mekkah Al-Mukarramah. Nabiku Ibrahim yang di perintahNya tuk menyembelih buah hati yang lama dinanti. Sebagai tanda Cinta kepada Dia yang Esa.
Tuhan…
Andaikan waktu dapat diputar ulang, masih kah kau ijinkan aku untuk mengintip sedikit saja keluasanMu. Merancang strategi untuk membuktikan akan eksistensiMu bagi mereka yang tak mengerti apa itu dunia. Luas dunia lebih kecil dari besarnya kuasaMu. Dunia hanyalah satu dari benda genggaman tanganMu yang begitu mengkilap. Hingga kilapannya sering membutakan mata para hambaMu hingga jauh dariMu. Dan aku, hanyalah titik kecil yang begitu kerdil dan busuk berada pada dunia yang Kau genggam dengan tangan suciMu itu. Aku dan dunia akan hancur atas kuasaMu. Tapi Engkau, akan terus tegak berdiri tanpa mati. Tanpa haus, tanpa lapar…, dan aku percaya itu!
Ya Tuhan…
Aku masih menyimpan 1 juta pengharapan. Harapan dari hidup sampai mati yang menyesakkan hidungku. Bau badan mereka benar-benar membuat perutku mual. Tapi mereka selalu memaksa, dan mendesak agar semua nya terkabulkan!
Aku hamba yang egois. Segala karunia telah Kau beri tanpa pernah kuminta. Melebihi angan-angan yang saat itu belum berani kuucapkan. Duh Rabbi, hingga kapan manusia akan terus berpikir tentang kepuasan dunia? Sampai kemutlakan itu terjadi kah? Demi diriMu, sungguh… aku tak mengerti!
Tuhan…
Akan segera kuakhiri celotehan mulutku yang tak hentinya memperdendangkan rayuan mautku padaMu. Agar masih dapat Kau sisakan aku satu “kavling” yang layak pada JannahMu. Entahlah… ini juga satu pengharapan manusia egois seperti diriku. Yang sebentar lagi akan lebam dihajar panas matahari. Tapi sulit. Ini sulit! Melepas tangan dari secarik kertas yang kini kurasa begitu suci. Bersiap untuk menjadi selembar saksi di Hari KemudianNya nanti. Tuh
"Pengharapan yang tak ada habisnya"
Diiringi Lagu Yaa Rabbana…
Sepi dalam Ramadhan yang begitu suci,
0 komentar:
Post a Comment